Naik Gajah di Way Kambas

Lampung, Desember 2018

Kalau biasanya sambil dinas luar, sambil mampir ke tempat baru; kali ini sambil resepsi pernikahan, sambil jalan-jalan. Tujuan daerah jajahan yaitu Lampung. Lampung biasanya hanya suatu daerah di pulau Sumatra yang seringnya hanya dilintasi saja. Kalau toh ke Lampung, hanya untuk urusan keluarga dan keliling di sekitar kota saja. Mumpung dapat undangan menghadiri di acara kawinan seorang teman baik, aku mengagendakan satu hari penuh setelah acara untuk pergi ke beberapa tempat di sana. Tujuan utamanya, Way Kambas. Tempat konservasi gajah ini letaknya sebenarnya cukup jauh dari kota Lampung. Sekitar 2,5-3 jam berkendara. Mumpung bisa mengalokasikan waktu, kesempatan itu tentu tidak akan dilewatkan.

Sebenarnya, aku bukan penyayang binatang. Bukan tidak suka hewan juga. Aku juga suka ke taman safari dan melihat hewan-hewan dari kejauhan. Hanya saja, aku merasa tidak nyaman untuk dekat dengan jenis binatang apapun. Kecuali ikan dan hewan-hewan laut, dengan catatan, yang bisa dilihat saat snorkeling.

Pergi ke Way Kambas artinya aku akan melihat banyak gajah. Tidak ada ekspektasi apa pun saat pergi ke sana. Tidak juga sempat googling tentang tempat. All that I know is the place is far away and out of town. So, I was already more than happy with that fact. The elephant was just the bonus.. :))

Sampai sana masih terlalu pagi. Tempatnya masih sepi. Di dekat pintu masuk, aku membeli seikat tebu sebagai makanan gajah. Aku kemudian berjalan-jalan di area sekitar dan menemukan aktivitas pagi yang tengah berlangsung. Ada lapangan di dekat situ dengan banyak gajah dan pawang-pawang gajah tentunya.

Aku berjalan mendekat, tapi masih dalam jarak aman tentunya, untuk melihat lebih jelas lagi. Saat sedang melihat-lihat, seorang pawang gajah mengizinkan aku untuk mendekat lagi. Bahkan ia memperlihatkan caranya memberi tebu sebagai makanan gajah. Dan baru di awal saja aku sudah merasa ketakutan hanya untuk menjulurkan tebu ke belalai gajah itu. :))

Berkali-kali pawang gajah meyakinkan kalau gajah itu sudah jinak dan tidak perlu takut. Setelah berhasil menjinakkan entah berapa gajah selama menjadi pawang, tampaknya pawang gajahnya sekarang lebih penasaran untuk menaklukkan ketakutanku terhadap gajah. :))

Tidak hanya itu, bahkan pawang gajahnya mendemonstrasikan cara memberi komando kepada gajah dan menawariku untuk berfoto bersama gajah. Antara senang dan takut! tapi lebih banyak takutnya! :))

Gajah itu besar ya :)) sangat.. sangat.. besar! Look at the pict how terrified I was! I freaked out! Yang kebayang cuma kalau keinjek gajah.. :)) Di kesempatan foto bersama gajah di lapangan itu pun, tidak ada gambar yang hasilnya bagus sama sekali.

Begitu area sudah mulai rame, salah satu atraksi yang ditawarkan adalah keliling hutan dengan gajah. Butuh waktu hampir satu jam buatku untuk memberanikan diri naik gajah. Begitu memutuskan untuk memberanikan diri naik gajah, yang ada aku malah histeris. Bawaannya pingin turun. Mana durasi yang diambil satu jam.. OMG, I cant believe I was torturing myself. Duduk di atas punggung gajah itu sangat tidak nyaman. Walaupun sudah dilapisi bantalan tebal, masih terasa tulangnya yang keras saat diduduki. Belum lagi pegal-pegal karena posisi duduk yang tidak biasa dan karena tegang. Ditambah lagi tingginya.. Saking takutnya, aku bahkan tidak berani sekedar mengambil ponsel untuk foto-foto. :))

Di tengah hutan kami sempat berhenti dan pawang gajah menawariku kembali untuk foto duduk di kaki gajah. Percobaan kedua ini cukup berhasil. Berhasil menghilangkan wajah takut dan ‘pura-pura’ nyaman saat difoto. Padahal setelah itu langsung kabur terbirit-birit.

Kalau ada kesempatan naik gajah lagi, mungkin akan kucoba dengan catatan harus ada temannya. Kalau sendiri… hmmm.. perlu dipikirkan lagi.. 😛

Leave a comment