Hallstatt & Salzburg – Austria

Menikmati perjalanan singkat selama 2 jam di dalam kereta menuju Wina. Suasana di dalam kompartemen berkapasitas 6 orang begitu senyap. Hanya ada kami bertiga. Seorang wanita yang duduk di sana asyik dengan dunianya sendiri, serta aku dan riri yang duduk tenang di kursi kereta hasil buruan kami.

Atas saran teman-teman kami dari Ceko, kami memesan tiket kereta tanpa tempat duduk. Daripada harus membayar lebih, mereka yakin kalau kami bisa menemukan tempat duduk kosong dalam kereta jurusan Breclav-Wina itu. Perkiraan mereka benar. Tidak seperti kereta antarkota antarprovinsi di Jakarta yang hampir selalu terjual habid di penghujung minggu, kami dengan leluasa bisa mengecek setiap kompartemen kereta itu, dan bahkan mendapatkan bangku kosong.

Perjalanan yang cukup singkat menuju Wina dan aku akan segera bertemu kembali dengan Sandra, seorang teman lama dari Austria. Perjumpaan untuk kedua kalinya sejak kami bertemu di tahun 2010. Saat itu kami berjanji bahwa kami akan bertemu lagi kurang dari 6 tahun, saat itu 4 tahun yang lalu.

Sebenarnya waktu itu aku menolak untuk dijemput dengan alasan yang sama “kami ingin tersasar di Wina’. Namun apa daya, setelah melewati lebih dari separuh perjalanan dari jatah liburanku, otak ini tidak bisa dipaksa untuk berpikir lagi.

Antusiasme untuk mempelajari hal-hal baru (baca: membeli tiket di mesin tike di Stasiun di Wina) mulai surut. I was simply tired. Liburan “sprint” 2 minggu ini memang tidak menyisakan waktu istirahat. Bahkan untuk 1 atau 2 hari saja untuk leyeh-leyeh tanpa melakukan aktivitas apapun selain mengembalikan stamina yang mulai terkuras habis.

Akhirnya di menit-menit terakhir sebelum meninggalkan Breclav, aku memutuskan untuk menerima tawarannya menjemput kami di stasiun 😀

Tanpa membuang waktu lama, setelah meletakkan barang-barang kami di apartemennya, kami melihat-lihat ibu kota Austria itu dengan tujuan utama makan malam. Sebuah restoran di sudut jalan di ruang terbuka jadi pilihan kami. Menu makanan yang kupilih sayangnya tidak terlalu istimewa. Aku lupa namanya, sejenis ayam yang digoreng dengan tepung roti 😛 Tapi anggur putih pertamaku di kota Wina itu terasa spesial 😉 Berputar-putar sejenak dengan tram di waktu malam diakhiri dengan makan es krim ‘cone’ terlezat di kota Wina. Kedai es krim ini juga yang kelak akan menutup perjalanan kami di Wina.

resized IMG_8130
a must visit ice cream shop


Agenda di hari selanjutnya adalah mengunjungi Hallstatt menggunakan mobil yang dikendarai oleh Sandra. Wina-Hallstatt ditempuh dalam waktu 4 jam dengan kecepatan 140km/jam 😀 melewati jalan tol super mulus dan sepi.

resized photo-6
on the way to Hallstatt

Hallstatt sebenarnya adalah tujuan ‘dadakan’. Aku baru tahu mengenai keberadaan tempat ini di google saat memasukkan kata kunci “the most beautiful places in Austria beberapa minggu sebelum memulai trip Eropa ini. Sebuah desa kecil di tepi danau yang sangat cantik mencuri perhatianku.

Saat kusampaikan ketertarikanku untuk melihat tempat ini, Sandra berinisiatif untuk mampir ke tempat ini dalam perjalanan kami menuju Salzburg. Tempat ini memang indah. Saking indahnya, bahkan negara tirai bambu pun meniru dan membangun replika desa Hallstatt di sana. Hallstatt, dulu adalah desa penghasil garam. Desa ini sebenarnya tak terlalu besar. Namun tak cukup bagi kami menghabiskan waktu 1 atau 2 jam saja untuk mengeksplorasi kecantikan yang tersembunyi di setiap sudutnya. Kelak, jika aku mengunjungi desa ini lagi, aku akan menginap satu malam di sini.. untuk menikmati keindahan senja dan pagi di Hallstatt.

Hari menjelang sore. Walau berat, kami harus meninggalkan Hallstatt menuju penginapan yang sudah dipesan oleh Sandra di suatu tempat bernama St. Wolfgang. Area tempat kami menginap ini terletak di tengah-tengah antara Hallstatt dan Salzburg. Sebuah penginapan bergaya Eropa zaman dulu yang sangat apik dikelilingi oleh pemandangan pegunungan alpen. Tempat tidur serba merah muda terasa sangat berbeda. Dari sini, kami menuju kota kecil untuk mencari makan malam.

our room
our room

Lagi-lagi, kami dibuat terpesona oleh kota kecil ini.. tapi sayang, tak banyak waktu untuk ‘tersesat’ di kota kecil ini. Makan malam yang tak terlupakan. Porsi besar (untukku) ala Eropa “grilled turkey” berhasil aku habiskan tanpa sisa. Daging kalkunnya terasa lembut dan “juicy”. Tak lupa kupesan juga segelas ‘anggur putih’ yang membuat hidangan malam itu terasa sempurna.

my yummy dinner
my yummy dinner

Suguhan orkestra di ruang terbuka di malam yang mulai terasa dingin juga menjadi salah satu santapan penutup kami. Dilanjutkan dengan makanan penutup sungguhan di sebuah kedai sebelum akhirnya kembali ke penginapan dan bersiap menuju Salzburg keesokan harinya.

resized IMG_8714

Leave a comment